Thursday, February 19, 2009

Waria , bencong , banci entah apa lagi

Kemaren siang saat sejenak rehat , sambil meminum es teh pahit aku memandang keluar jendela ada suatu pemandangan yang menurutku agak agak miris , anak anak kecil berteriak teriak " ada bencong ada bencong" mengikuti sang waria yang dandannya menor minta ampun dengan cuek tetap berjalan untuk ngamen dari satu pintu ke pintu lain dengan membawa mike and speaker seadanya di badannya , dengan gemulai dia menari lagu dangdut yang tentu lipsting.

Aku kadang jadi mikir kasian terhadap mereka , terkadang di negeri yang indah ini kadang mereka masih sering di anggap sampah masyarakat , manusia manusia yang aneh , mereka mereka yang ditentang hingga tidak ada persamaan hak karena hanya masalah gender

Aku jadi ingat ketika aku pergi berlibur ke Bangkok Thailand , mereka yang mengalami transgender itu tetap diberikan pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuan dan kepintaran mereka , ada yang menjadi dokter , bahkan pegawai bank , bagi mereka yang kepintarannya pas pas an mereka di tampung untuk menjadi artis artis yang bisa melucu di panggung sandiwara , seperti alcazar , wisatawan ramai berkunjung , mulai dari anak anak hingga dewasa tertawa dengan riuh melihat tingkah mereka bahkan ada yang terkagum kagum .

seandainya orang orang disini bisa menerima mereka , mereka nggak perlu menjadi pelacur pelacur di jalanan dan membuat orang menganggap mereka adalah sampah

dan biarkan mereka bebas bekerja di lingkungan , bukan hanya di lingkungan salon , serta lainnya

biarkan bakat mereka tumbuh dan bisa menjadi modal untuk kehidupan mereka .

aku sempat bertanya dengan seorang waria namanya susi , dia bercerita dia ngamen begini karena di butuh uang untuk hidup , karena dia udah dibuang oleh keluarganya , keluarganya malu karena dia seorang banci , dan dia nggak bisa berkerja di sebuah perusahaan bukan karena dia tak mampu karena dia seorang banci . aku salut dengan dia bercerita, dia nggak malu mengakui kalo dirinya waria , dia menjadi begini , karena dia tidak mau munafik kepada dirinya sendiri.

Monday, February 09, 2009

ketika saat itu tiba



Detik berlalu menuju Jam, kemudian ke hari
Hari berlalu menuju bulan dan terakhir ke tahun lagi 
Musim berganti Musim bagai berlari
Namun aku tetap menanti 
Jiwa mulai bimbang untuk mengikuti logika
logika selalu berkata kau tak akan pernah datang 
hati berkata kau pasti akan datang
Mana yang harus ku pilih hati atau logika ?
Walau sebetulnya aku selalu berharap kau akan datang
tapi kau takpernah datang
Betapa hati ku bersedih , kau membuat aku lelah menanti
sampai kapan aku menanti ? 

Ku tahu bahwa aku harus mengambil keputusan 
Batas waktu tlah hampir habis untuk penantian 
Ketika saat itu tiba 
Apapun yang terjadi aku harus jalan 
Apapun yang memberatkan langkah ku 
aku harus jalan mengikuti arus hidup
yang membawaku entah kemana melangkah menjelajahi dunia



Ku tak akan menengok ke belakang lagi


walau kau terus meminta


Ku tak akan pernah peduli lagi


karena tlah kututup semua gerbang hati dan logika



Ketika saat itu tiba


Matahari tak akan bersinar lagi di hatiku


Bulan tak akan lagi menemani malamku


hanya salju dan salju yang ada



Beratkan langkah kaki ku


sebelum ketika saat itu tiba


Datang dan jadilah matahari ku



Buktikan kepada logika bahwa dia salah besar


buktikan bahwa hati itu selalu benar


karena suara hati itu adalah suara yang tulus murni


datanglah sebelum ketika saat itu tiba


jadi matahari di hati


buatlah penantianku tidak sia sia